Obyek studi Pendidikan Kewarganegaraan adalah manusia/orang yang telah memiliki status sebagai warga negara. Karena status warga negara yang diperoleh seseorang didapat sejak ia lahir dan akan berakhir apabila ia meninggal, maka Pendidikan Kewarganegaraan dapat dikatakan sebagai pendidikan seumur hidup.
Dengan melihat kenyataan tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya diberikan dilingkungan pendidikan formal (sekolah) saja, melainkan juga dilingkungan pendidikan informal (keluarga) dan nonformal (masyarakat). Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan yang mempunyai tujuan agar manusia menjadi warga negara yang baik merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pendidikan Kewarganegaraan sbenarnya bersifat umum (berlaku untuk semua negara), hanya pelaksanaan setiap bangsa berbeda disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan. Khusus di Indonesia pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kriteria dan ukuran dalam membina warga negara yang baik.
Lingkungan pendidikan formal memegang peranan penting. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Pertama karena anak sebelum megadakan kontak dengan masyarakat terlebih dahulu mengadakan kontak dengan orang tuanya dan orang-orang lain sekeluarga serumah. Anak pertama-tama mengenal dan menerima pendidikan dalam keluarga. Utama karena yang diterimadalam keluarga merupakan landasan bagi pendidikan berikutnya. Sejak dari awal, anak dilatih untuk hidup bermasyarakat dan menerima serta menjalankan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Semenjak anak berkembang, sejak itulah terjadi latihan tentang banyak hal yang dianggap bernilai oleh masyarakat. Anak-anak awal banyak menguasai tingkah laku hanya dengan melihat apa yang diperbuat ole orang tuanya atau orang dewasa lainnya.
Mengingat pentingnya pendidikan dalam keluarga sebagai landasan berkembang berikutnya, khususnya dalam rangka membantu program Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu membina anak menjadi warga negara yang baik, maka sangat diharapkan orang tua menanamkan moral Pancasila dengan mengintegrasikan kedalam tingkah laku dan perbuatannya, juga diperlukan sikap orang tua yang demokratis.
Lingkungan pendidikan formal (sekolah) merupakan lanjutan dari pendidikan informal setelah anak mancapai usia sekolah. Oleh karena itu harus merupakan kesinambungan. Menurut Skager dan Dave, bahwa kurikulum sekolah pendidikan seumur hidup memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Memandang belajar sebagai suatu proses yang berkesinambungan, dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
2. Dilihat dalam kontek belajar yang serempak yang berlangsung di keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya.
3. Megenal hakekat pengetahuan dan hubungan antara bidang studi.
4. Mengetahui bahwa sekolah adalah merupakan lembaga pedidikan yang utama.
5. Menekankan tentang pentingnya terbentuknya orang-orang outodidak.
6. Memperhitungkan kebutuhan akan pemahaman dan pembaharuan sistem nilai-nilai yang maju oleh individu.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan seumur hidup, khususnya program Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah, hendaknya mancakup:
1. Pembinaan kesadaran tentang kebutuhan terhadap pendidikan seumur hidup itu sendiri. Pendidikan juga bertujuan mengembangkan tanggung jawab pribadi bagi kemajuan kehidupan dengan mencari pengetahuan baru, kecakapan-kecakapan dan sikap-sikap.
2. Pengembangan potensi, yang mencakup:
a. Pengembangan potensi yang diperoleh dari berbagai strategi belajar, seperti belajar di bawah bimbingan guru, belajar sendiri secara kelompok. Di sini siswa diharapkan dapat menerapkan fleksibilitas dalam strategi belajar.
b. Pengembangan kecakapan-kecakapan belajar, seperti membaca, mengadakan pengamatan, komunikasi verbal dan nonverbal.
c. Pengembangan kecakapan-kecakapan intelektual, seperti berpikir kritis, mempertimbangkan, mengadakan interprestasi.
d. Pengembangan berbagai media belajar, seperti buku pelajaran, buku bacaan, surat kabar, majalah, radio, televisi, pelajaran terprogram.
e. Pengembangan kecakapan mengadakan identifikasi kebutuhan belajar.
3. Pengintegrasian antara pengalaman sekolah dan di luar sekolah, seperti:
a. Pelajaran di sekolah dan di luar sekolah saling berhubungan.
b. Dapat memanfaatkan pelajaran-pelajaran di sekolah, dan memperoleh kesempatan belajar di rumah dan masyarakat.
c. Dpat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar