Sinar Biru Ancam Mata Anak

Keterbatasan pengetahuan orangtua terhadap bahaya sinar biru membuat anak-anak rentan mengalami gangguan mata. Bagaimana tidak, aktivitas sehari-hari sang buah hati sangat dekat dengan sumber sinar biru, salah satunya dari layar televisi.

Bukan perkara sulit menemui seorang anak yang tengah menonton tv. Aktivitas inilah yang paling banyak dilakukan oleh anak-anak saat ini. Tidak aneh jika kalangan pendidik sudah memberikan peringatan terhadap pengaruh buruk terlalu banyak menonton tv terhadap perkembangan seorang anak.



Bukan hanya itu, perkembangan kesehatan mata anak pun ikut terancam. Pancaran sinar dari layar televisi merupakan salah satu sumber sinar biru, selain pancaran sinar matahari, lampu neon, dan layar monitor komputer. Sinar dengan panjang gelombang cahaya 400–500 nm pada spektrum sinar yang masih dapat diterima mata dapat menyebabkan kerusakan dan menimbulkan luka fotokimia pada retina mata anak. Dalam jangka waktu pendek, dampak sinar biru dapat mengganggu kerja retina sehingga menghambat proses pembelajaran melalui mata.

Sinar biru merupakan sinar yang masuk melalui mata dengan sifat paling merusak dan dapat mencapai retina. Bayi dilahirkan dengan lensa yang relatif jernih atau bening. Secara bertahap dan alami berubah menjadi kuning sejalan dengan pertambahan usia. Risiko terbesar kerusakan akibat sinar biru, yaitu sekitar 70%– 80% sinar biru dapat mencapai retina pada usia 0–2 tahun dan 60%–70% pada usia 2 hingga 10 tahun. Adapun sinar biru yang mencapai retina pada usia 60 hingga 90 tahun hanya mencapai 20%.

Perlindungan terhadap bahaya sinar biru harus dilakukan sedini mungkin. Salah satunya adalah dengan asupan lutein. Lutein dapat membantu melindungi mata, terutama retina, dari kerusakan dengan cara menyaring sinar biru dan juga berperan sebagai antioksidan dengan cara menetralisasikan radikal-radikal bebas. Bagian luar fotoreseptor di dalam retina adalah bagian yang cenderung mudah terkena peroksidasi karena tingginya asam lemak.

Bagian luar fotoresptor inilah yang tinggi akan lutein. Lutein berperan sebagai antioksidan dan memberi perlindungan pada mata. Tubuh tidak dapat mensintesakan lutein. Oleh karena itulah, kebutuhan lutein harus disuplai dari luar tubuh. Salah satunya dari makanan seperti sayuran, buah, suplemen, dan terutama ASI. Namun, bahan makanan yang mengandung lutein biasanya tidak disukai serta jarang dikonsumsi oleh bayi dan batita.

Hasil penelitian menunjukkan, hanya sekitar 10% anak yang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari. Kecukupan lutein pada makanan dapat membantu menjamin perkembangan mata yang sehat pada bayi dan anak.


Sumber: www.seputar-indonesia.com
(dengan pengubahan)

Salam gitsali, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar