Pemimpin dalam organisasi (struktur pemerintahan masyarakat) merupakan sumber semangat dan sekaligus menjadi pusat percontohan dalam perilaku. Oleh karena itu organisasi tidak bias berbuat banyak apabila pemimpin dalam organisasi itu tidak mencerminkan kedua hal tersebut.
Sebagai sumber semangat, pemimpin harus mampu menjalankan tugasnya sebagai motivator dalam organisasi. Ia harus tahu pasti tentang siapa harus diperlakukan dengan cara bagaimana agar memiliki semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja yang tinggi akan mampu meningkatkan produktivitas kerja pegawai, demikian pula sebaliknya. Untuk itu, seorang pemimpin dituntut bisa menjadi teladan dalam segala hal. Pemimpin yang memiliki kecacatan dalam perilaku akan sulit untuk menjadi figur percontohan bagi pegawai bawahannya.
Dalam kaitannya dengan tindak korupsi, peran pemimpin menjadi penting, terutama dalam hal member contoh untuk tidak berbuat korupsi. Pemimpin yang mampu menjaga citra ini, akan disegani oleh bawahan, tetapi sebaliknya, apabila pemimpin juga melakukan korupsi, maka bawahanpun tidak akan segan-segan mengikuti jejak atasannya.
Dalam sebuah fenomena korupsi, pada umunya peranan pemimpin lebih dominan disbanding dengan peran anak buahnya. Oleh karena itu hampir tidak masuk akal apabila didalam tindak korupsi tidak diketahui oleh pemimpin. Bahkan dalam banyak kasus, korupsi justru didasari oleh perintah pemimpinnya.
Salah satu diantara beberapa alas an yang bias dikemukakan dalam kaitannya dengan peranan pemimpin dalam tindak korupsi ialah adanya budaya “melayani pemimpin”, di mana seorang pemimpin harus didudukkan dalam posisi yang sangat terhormat, dan perintah-perintahnya harus ditaati oleh bawahan, meskipun perintah itu melanggar peraturan perundangan.
Belajar dari teori organisasi, birokrasi yang didefinisikan sebagai suatu tatanan kerja yang teratur, dalam pelaksanaannya mengalami perubahan makna ketika dipraktekkan dalam organisasi. Sehingga menyebabkan birokrasi memiliki makna ganda, yaitu makna positif dan makna negative. Makna positif adalah sebagaimana yang dinyatakan diatas, yakni pekerjaan yang teratur, tertib, prosedural. Tetapi, kalau seseorang dengan sinis mengatakan bahwa layanan pemberian ijin itu terlalu birokrasi, barangkali yang dimaksud adalah proses pelayanan yang lambat dan berbelit-belit serta banyak mengeluarkan biaya dan tenaga.
Dalam hal lain, salah satu pemaknaan birokrasi ialah ketika birokrasi itu dimaknai sebagai sebuah simbul kekuasaan, dengan ciri bahwa semakin bisa mempersulit pemecahan masalah seorang klien, maka dianggap kekuasaan itu semakin eksis. Demikian pula semakin banyak anak buah dalam organisasi, maka kekuasaan seseorang semakin absolute. Faham demikian akan membawa dampak terjadinya kekuasaan absolute, di mana kebijakan pemimpin tidak bias diintervensi oleh bawahan.
Salam gitsali, semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar