Nilai‐nilai kebangsaan Indonesia ini adalah norma‐norma kebaikan yang terkandung dan yang menjadi ciri pada kepribadian bangsa Indonesia. Ciri kepribadian ini akan menjadi motif dan drive atau pendorong dan pedoman untuk berbuat bagi keluhuran diri bangsa.
Dalam hal ini dapat kita lihat ketika kita mempersepsikan seperangkat nilai‐nilai dasar yang bersifat filosofis kultural, yang telah hidup dan menjadi pedoman hidup (ugeman/Jawa), sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Sesungguhnya bahwa nilai‐nilai kebangsaan adalah lahir atau yang merupakan ungkapan alam fikiran budaya bangsa Indonesia secara otentik, (menurut Ki Hajar Dewantoro). Pola berpikir manusia/bangsa Indonesia tidak bersifat analitis, seperti cara berpikir Barat, melainkan bersifat sintetis, yaitu cara berpikir yang dapat mengungkapkan adanya kesadaran tentang keterkaitan antara manusia dengan manusia lain, juga manusia dengan dunia (alam semesta), yang nampak/kasatmata maupun yang tidak (energi supra‐natura yang menggerakan atau yang dapat mengubah dunia yang nampak).
Melalui pola berpikir sintetis diperoleh kemampuan menyelami kenyataan dan permasalahan yang majemuk, untuk selanjutnya menemukan titik‐titik temu dari hal‐hal yang kompleks dan heterogen serta membangun sintesa yang sifatnya kreatif, mendamaikan, laras (harmonis) tetapi kritis. Karena itu, dengan cara berpikir sintetis ini, maka didalam upaya membangun interaksi sosial sesama warga masyarakat/bangsa, sejauh mungkin dihindari sikap pertentangan secara ekstrim. Perbedaan aspirasi, bahkan gaya segala bentuk pertentangan dapat dipertemukan dan dicarikan jalan “tengah” melalui musyawarah‐mufakat akan dihasilkan “win‐win solution”
Dalam konteks kebangsaan, aktualisasi diri setiap pribadi manusia (dalam kapasitas sebagai warga bangsa Indonesia) akan selalu tertuju pada hubungan yang bersifat interelasi yang harmonis dengan manusia lain sebagai sesama warga bangsa oleh karena itulah maka yang dibutuhkan adalah sikap:
1. Akomodatif, menerima dan mewadahi bentuk‐bentuk perbedaan dari pribadi lain diluar dirinya.
2. Adaptatif, menyesuaikan diri dengan hal yang berbeda itu dan mencari titik temu.
3. Bagaimana manusia Indonesia dengan ciri kepribadiannya mempersepsikan tentang bangsa, yang kemudian dirumuskan dalam sebuah pengertian, terlihat dari pendirian para “bapak bangsa” seperti di bawah ini ;
a. Ki Hajar Dewantara
Kebangsaan adalah yang ingin mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi. Wawasan tentang kebangsaan tidak dilandasi oleh orientasi daerah, suku, keturunan, ataupun keagamaan. Kebangsaan menjadi dasar radikal dari kebangkitan nasional, dari perjuangan pergerakan menuju Indonesia merdeka sekaligus merupakan ideologi perjuangan bangsa Indonesia.
b. Bung Hatta
Kehendak untuk hidup bersama karena satu tujuan, pengalaman sejarah yang sama, merasa senasib sepenanggungan.
c. Bung Karno
Bangsa tidak dapat dilepaskan dari keterkaitannya dengan tanah yang dipijak (tanah‐air), sering juga disebut sebagai tanah tumpah darah karena memiliki keterikatan yang kuat secara emosional dan membangkitkan semangat untuk selalu mempertahankannya (bandingkan dengan bangsa Inggris yang menyebutnya “mother‐land”).
Salam gitsali, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar